Berita

Jumat, 14 Februari 2024 – SMP Negeri 1 Sidoharjo mengadakan kegiatan sosialisasi anti perundungan dan kekerasan dengan mengundang anggota kepolisian sektor Sidoharjo sebagai narasumber. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan visi sekolah dalam membangun akhlak mulia dalam diri siswa. Selain itu, tema perundungan dan kekerasan ini tengah marak diperbincangkan oleh kalangan masyarakat, khususnya untuk kasus-kasus yang terjadi di sekolah sehingga tema ini dipilih sebagai pencegahan agar hal serupa tidak terjadi di lingkungan SMP Negeri 1 Sidoharjo.

Harapan Kepala SMP Negeri 1 Sidoharjo, Rina Istiqomah Kustanti, untuk dapat mencetak lulusan yang berkarakter baik sejalan dengan program yang saat ini digalakkan pemerintah. “Dengan diadakannya sosialisasi anti perundungan dan kekerasan ini, besar harapan dapat menyadarkan beberapa siswa yang masih melakukan perilaku kurang tertib dan disiplin,” jelasnya.

Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh 200 siswa yang terdiri dari pengurus OSIS, perwakilan tiap-tiap kelas, dan juga beberapa siswa yang terindikasi menjadi aktor dalam perilaku kurang tertib. Seperti halnya remaja pada umumnya, beberapa siswa SMP Negeri 1 Sidoharjo memiliki perilaku yang kurang tertib dan disiplin sehingga memerlukan perhatian khusus. Meskipun perilaku minus dari beberapa siswa masih termasuk dalam kategori wajar, namun pihak sekolah terus berupaya untuk membimbing dan menjadikan mereka pribadi yang berbudi pekerti baik.

Bripka Suranto selaku narasumber dalam kegiatan tersebut memaparkan bahwa semua pelaku perundungan dan kekerasan terhadap anak dapat dipidanakan, termasuk pelaku anak-anak. Menurutnya pelaku dapat dijerat dengan pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Berbekal informasi tersebut para guru kini mempunyai dasar hukum yang kuat ketika memberikan teguran kepada siswa yang melakukan perundungan dan kekerasan.

Kanit Humas Polsek Sidoharjo tersebut juga menyampaikan kenakalan remaja dapat terjadi karena adanya faktor internal berupa krisis identitas maupun faktor eksternal berupa salah pergaulan, cara mendidik dari orang tua yang salah, dan kurangnya bekal agama. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa harus ada usaha yang berkesinambungan dari sekolah, orang tua, maupun masyarakat dalam membangun karakter baik pada anak. “Sekolah sebagai tempat belajar dapat dijadikan sebagai pembentuk identitas anak. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama sudah selayaknya menjadi suri tauladan yang baik, memberikan rasa aman dan nyaman, serta mampu melakukan komunikasi yang baik terhadap anak. Sedangkan masyarakat sudah menjadi kewajiban dalam memberikan teguran kepada anak-anak yang melakukan tindakan perundungan dan kekerasan di lingkungan mereka,” imbuhnya.